Keringatku mengalir deras saat aku melompat menghindari lubang di depanku. Kakiku terluka terantuk batu dan akar pepohonan. Darah mengalir dari kedua lututku. Lenganku tercabik belukar. Sayatan ranting meninggalkan carut marut di wajahku. Ragaku penat, lelah oleh kerasnya jalan yang harus kulalui. Terik mentari mendatangkan dahaga yang tak terpuaskan.
Sering ku terduduk lemas, terlalu lelah untuk berjalan. Saat itulah dedaunan menaungiku, memberiku kesejukan, melindungku dari sengat sinar matahari. Embun pun meneteskan dirinya untuk memuaskan hausku.
Saat malam menjemput, sang batara menghembusku. Tusukan dinginnya menggerogoti kehangatan tubuhku. Pucat dan pasinya wajahku tak juga mendatangkan iba pada derasnya hujan. Kucoba berlari dan terjatuh, membuatku kuyup, menambah kertak gigi.
Kembali ku duduk menggigil. Ranting menata dirinya menjadi tempat hangat peraduanku. Pepohonan menggugurkan daunnya menjadi selimut bagiku, menantang dinginnya malam. Akarnya memelukku membiarkan ku tertidur dalam gelapnya malam.
Aku tumbuh dalam kesunyian hutan. Aku berkembang dalam keramaian nyanyian burung. Aku berjalan sendiri menyusuri setapak kehidupan, namun sang angin selalu menggandeng tanganku, ibu bumi selalu menatangku, mentari dan rembulan selalu menjaga dan memberiku cahaya.
Aku tak tahu apa yang kucari. Namun ku kan selalu mencari. Selalu ada harapan di setiap kesedihan. Selalu ada senyum dalam setiap duka. Aku sendiri, namun aku tak sendiri, di hutan kehidupan.
2 years ago
2 comments:
Dapet insipirasi kehidupan dari Tarzan ya kak? Wakaka.
inget film horror Forest of the death wakakakakak...
Post a Comment