Wednesday, November 26, 2008

A Voice Over There

Aku gelisah. Kuputar volume speaker komputerku keras-keras, berusaha mengalahkan derasnya bunyi hujan di luar rumah. Aku duduk, berdiri, mondar mandir, begitu terus tak henti-henti.

Ponsel di tanganku kugenggam erat. Jelas aku menunggu ia berbunyi. Namun aku tak tahu apa yang kuharapkan muncul di layarnya.

Guntur bergemuruh, ketika kumulai lelah dalam kegelisahan. Kukecilkan volume speaker, dan kurebahkan tubuhku di atas ranjang empuk yang menemani tidurku setiap malam. Ponsel itu belum juga terlepas dari gengamanku. Aku menunggu, dan menunggu.

Mataku terpejam namun tak sedikit pun rasa kantuk bertengger. Detik demi detik berlalu terasa seperti siksaan. Kapankah penantian ini berakhir, tanyaku dalam hati.

Tiba-tiba, ponselku bergetar. Aku tak berani menatap layarnya. 1 detik, 2 detik, kubiarkan getarnya mengalir dalam setiap pembuluh darahku. Kunikmati setiap sensasi di tanganku. Aneh? Mungkin.

Menyipitkan mata, kubaca nama yang terpampang di layar ponselku. Bukan, bukan sebuah nama yang kuharap muncul di sana. Tertunduk lesu, kujawab perlahan, 'ya?'

Bintang malam katakan padanya
Aku ingin melukis sinarmu di hatinya
Embuh pagi sampaikan padanya
Ingin kudekap erat waktu dingin membelenggunya


Hening setelahnya. Aku tak percaya yang kudengar. Sebuah melodi, sederhana tanpa iringan orkestra. Namun gelisahku hilang karenanya. Karena suara di seberang sana.
Flap more...

Monday, November 24, 2008

Magnificent Memoirs

Yo! Yo! Yo!!! Wuzzup, man? *gaya pisan ampe jatuh kejengkang.

Lately I found out that I'd lost my 'fortitude' that makes me eager to write. But today, the good news is coming, I got an idea. I like to write. So I will try to write what I see, what I feel, what I taste into short stories, and I will tag them as Magnificent Memoirs.

These kind of postings may be vary, since they will not only be what happen to me, but also to others. The best part is I will never let you know whose stories they are, giving you the oportunity to think objectively when you read them. You may also try to harmonize yourself into those stories. I promise you they will be as short as possible.

Chosen words are definitely the most important thing for posting under this label. If you like playing with words and their magnificence, you may enjoy them as I do.

There's always first step in a long journey. So, I'm proudly giving you One Rainy Day.

I hope this will not only be my wishful thinking. So, relax, grab a cup of coffe, and enjoy!!!
Flap more...

One Rainy Day

Mataku bergerak mengikuti laju wiper mobilku. Mulutku terkatup, diam, tanpa kata. Yang terdengar hanyalah alunan lagu D'Masiv. Tetes hujan sesekali menambah denting manis seakan berirama.

Kalimatku bergulir pelan 'Kamu tak apa kan?'. Kau hanya menggeleng, lagi-lagi tanpa kata, diam seribu bahasa. Mata kita bertemu dan kau mengernyit, seakan-akan aku ini aneh.

Kugenggam tanganmu seraya mengucap 'aku di sini untukmu'. Dua puluh tiga menit berlalu dalam kesunyian.

Aku melihatnya di ujung jalan. Aku mengerem laju mobilku dan berhenti tepat di depannya. Saat dia membuka pintu, samar kulihat senyummu merekah perlahan.

Keheningan tak lagi mengisi atmosfer mobilku. Kau tertawa, sesekali melontar cerita. Hatiku tergelak, bahagia karena tawa dan senyummu. Kulepas gengamanku tanpa kau menyadarinya.

Dalam bahagiaku, terbersit sedikit tanya 'Tak bisakah ku bahagiakanmu? Apakah hanya hadirnya yang bisa buatmu tersenyum?'
Flap more...

Wednesday, November 12, 2008

Underground : Car Park and A City

Hula!!! Jumpa lagi *nyanyi lagunya Maissy ato Chikita Meidy? Mo ngebahas film ah. Keduanya bersetting di bawah tanah. Dua film yang jadwal pemutarannya kalah pamor ma film2 lain, kayak Eagle Eye dan installment terbaru Bond, Quantum of Solace.

Pertama, P2. Film bergenre thriller ini berlokasi di sebuah area parking sebuah gedung perkantoran. Ceritanya berkisah tentang seorang wanita yang berjuang menyelamatkan diri dari psikopat yang tak lain adalah penjaga area parkir gedung itu. Adegan penyiksaan dan pembunuhannya terkesan vulgar, dengan unsur kaget2 di sana sini. Cukup memanjakan adrenalin yang naik turun otak g. Hihihihi.. Terlebih lagi, pas g nonton film ini, di bioskop cuma ada 4 orang. Haisz....

Aktrisnya ga terkenal, at least g ga tau, but she played quite well. Si Wes Bentley lebih bagus lagi. Overall, film ini memuaskan bakat psikopat g. Hehehehehe... Yah sesuai lah ma tagline nya : A New Level of Fear, the only thing more terrifying than being alone is discovering that you're not. G sempet berpikir ini film hantu kalo baca dari tagline-nya.

Next, City of Ember. Lucu kalo bacanya dengan Bahasa Indonesia. Kota Ember. Wakakaka... Film anak2 menurut g. Cukup menghibur buat g. Kisahnya tentang perjuangan 2 orang remaja, yang ingin menyelamatkan kotanya dari "kepunahan". Mereka tidak pernah tahu bahwa ternyata kotanya berada di bawah tanah *spoiler... Cukup seru, tapi sampai akhir cerita ada satu pertanyaan yang belum terjawab. Mungkin akan dijawab di film berikutnya, karena katanya, City of Ember ini adalah trilogi. Tapi apakah akan ada installmentnya, karena kok gaungnya hampir tidak terdengar? Yah, kita lihat saja nanti.

Tonton aja, kalo kalian penyuka film fantasy yang ga berat2. Sekedar hiburan, film ini cukup layak ditonton di bioskop.
Flap more...

Monday, November 3, 2008

My Cubicle

Kotak kecil. Kurang lebih 4 meter persegi. Tempat g duduk 5 hari dalam seminggu, lebih dari 8 jam sehari. PC yang serba item, gelas biru, jam Harry Potter, toples biru, kalender meja, telp Linksys, tempat pensil dari Jerre and Fellys, kotak makan siang, tas item, dan 2 henpon g adalah para saksi hidup keseharian g selama di kantor.

Kubikel kecil inilah yang selalu menerima g, melihat g marah, menghirup semangat g, bercengkerama dengan gelak tawa g, bernyanyi bersama saat g mendendangkan lagu yang terputar di i-tunes pc g dan juga menerima caci maki saat g berkeluh kesah.

G ga pernah membenci kubikel ini. G juga ga pernah protes dengan posturnya yang terlalu sempit. Namun smakin lama g berteduh di sini, semakin g ga merasa nyaman. Gak krasan tepatnya. Pengen mencari tempat lain di luar sana yang lebih bisa membuat g merasa nyaman.

I used to love my job, tapi sekarang kalo kata D'Masiv, cinta ini membunuhku. G yakin, bukan perkerjaan ini yang menyiksa g, tapi faktor2 luar yang seringkali membuat g ngrasa begitu lelah, cape dan kesel. Kalau kalian adalah pembaca setia plurk g, mungkin bakal ngerti knapa g pengen meninggalkan kubikel kecil g ini.

Terlalu lelah, terlalu letih. Bahkan g merasa kubikel ini terus2an menyedot energi dan jiwa g. Menghitung Hari mungkin lebih tepat dibilang sebagai pekerjaan g saat ini. Masih setahun lebih g harus terperangkap dalam kubikel g ini.

Menyesal? Mungkin. Perjanjian yang g buat dengan kubikel ini, yang pada awalnya begitu menyenangkan, menjadi sebuah mimpi buruk yang mencegah g untuk bangun dari tidur panjang ini.

Sekarang, g hanya bisa berdoa, berharap dan terus berusaha, supaya g bisa bertahan, tanpa g sendiri menjadi gila, tanpa berubah menjadi seseorang yang acuh dan tak peduli. Semoga g tidak menjadi seseorang yang frigid terhadap kubikel mana pun di dunia ini.
Flap more...