Kemarahan demi kemarahan silih berganti memenuhi otakku. Marah karena ketidakbecusan. Marah karena ketidakadilan. Marah karena ketidak-konsisten-an. Marah ketika aku hanya bisa mengangguk dan tertawa terpaksa saat dia tertawa, seakan semua itu lucu.
Apa pun yang aku katakan tak pernah bisa mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Sebesar apa pun aku berjuang, aku kalah karena otoritas. Wewenang yang tidak pada tempatnya, gembor kekuasaan yang semena-mena. Entah mengapa, kepalsuan yang sungguh kentara, tertutup oleh paradigma kekuatan. Tak berhenti aku berdecak, bukan kagum, namun getir.
Aku tertunduk, pasrah ketika kekuasaan berbicara. Aku tak punya kekuatan selain keberanian dan keyakinan pada apa yang kuyakini benar adanya. Namun bergerak pun aku tak sanggup, karena tangan dan kakiku terikat pada pancang pinalti.
Tapi aku yakin, suatu saat nanti, saat ikatan ini terlepas, keberanianku akan berbicara.
Ini adalah apa yang aku tulis sebelum pukul 11.27 pagi ini. Namun sekarang aku menyadari bahwa kekuatanNya lebih dari apa pun.
1 month ago
3 comments:
sabar ya cuntik....
akhire bole dapet cuti ya?
hehehe..... icha sering nih ngalamin yang beginian...wakakka....semangat bro!
@cuntik : dapet. asik!!!!
@devita : iyah tengkyu... semangat!!!
Post a Comment